Skip to main content

PMS

Sudah dari awal minggu my body is not delicious. Mual lah, sakit tenggorokan lah, sakit pinggang lah. Awalnya tentu saja kusalahkan kambing hitam ternama akhir-akhir ini: cuaca. Masuk angin ni gara-gara cuaca.. Begitu tuduhanku.

Di ujung petang tadi, kurasakan rasa fisik yang semakin sungguh tak nyaman. Padahal sudah makan kenyang soto kantin dan teh hangat. Tidak habis kehujanan juga. Kenapa pula ini?

Sepanjang perjalanan pulang rasanya makin campur aduk. Migren dari mata hingga kepala sebelah kanan, hidung mampet, mual seperti maag, dan nyeri pinggang. Setelah berapa saat aku tersadar. H-7. Ah, pastilah ini PMS. Pinggang-punggung-pinggul-panggul-pegal pala-pusing Mual-menderita Sekujur-tubuh.

Apa yang kulakukan sesampainya di rumah? Mengumpulkan tenaga tersisa untuk ganti baju, minum y*k*lt, memijat bahu dan kepala dengan minyak GPU, lalu berbaring. Ohya, juga meminta ijin pada Aray aku tak bisa menemaninya sementara ini.

Aku hanya berbaring, tak bisa benar-benar terlelap. Sakit kepala sebelah sialan! Pikiranku menerawang ke banyak hal. Menit demi menit berlalu. Setelah hampir satu jam, kudengar sayup-sayup Kuma sedang minum. Tempat minumnya memang tak jauh dari kamar tidurku.
Kupanggil dia untuk naik k atas kasur, kuelus-elus perlahan.

Dengkuran halusnya bergema lembut di ruang kepalaku. Kulanjutkan terus membelai leher dan punggungnya. Tak disangka... Gabungan sensasi membelai dan getaran dengkuran menghadirkan gelombang lembut di kepalaku yang cukup menenangkan. Seolah ada perasaan hangat menelusup dinperedaran darahku. Aku sering membaca tentang efek terapi memelihara kucing, tapi mengalaminya sendiri ternyata mengagumkan. Migrenku lebih terasa nyata tapi di saat yang sama jadi berkurang.

Aku lalu lebih sanggup untuk bangun. Dan lalu menuliskan ini di sini.

Terimakasih Kuma. Alhamdulillah...

Comments

Popular posts from this blog

19

Sejak kapan saya suka angka 19? Mungkin sejak SD, sejak kenal bilangan prima. Ya, 19 adalah bilangan prima, yang istimewa, berdiri sendiri, tidak memiliki bilangan faktor, tidak bisa dibagi bilangan lain selain satu dan dirinya sendiri.  Sejak itu, sepertinya angka 19 selalu punya makna tersendiri untukku. Salah satu kecenganku waktu SMP ultahnya jatuh di tanggal 19, walau sekarang aku sudah tak yakin, bulan Januari atau Februari ya hahaha.  Kalau dipikir, umur 19 juga istimewa karena mulai kenal @hysa. Apalagi setelah sadar kalau dies natalis fakultas kami selalu jatuh di tanggal 19 juga, tepatnya 19 September dan untuk di universitas 19 Desember. Begitu juga dengan beberapa tanggal wisuda kampus, selalu dijadwalkan di tanggal atau sekitar tanggal 19, empat kali dalam setahun. Tak heran juga akhirnya ketika mencari satu tanggal istimewa pengikat janji di musim kemarau, kami jatuhkan di 19 Juli. 190709 Bukan, ini bukan tulisan tema anniversary. Sekadar lintasan ide mengisi wak...

Perpetual Sadness

Dari Rabu atau Kamis denger pertama kabar Nanggala, hatiku remuk. Secara logika udah kuat banget dugaan mereka ga akan selamat. Kesedihan mulai merayapiku. Mulai kerasa sedih ga jelas Ga mood ngapa-ngapain Rasa kehilangan akan entah apa Kebayang kamu ga ada Hatiku lebih remuk lagi Kalo sampe itu terjadi Mulai muter lagu2 sedih Lagu Linkin Park paling kena sih Mungkin karena Chester nya Mungkin karena walau sedih tetap terasa kuat Menambah rasa ironi Sabtu malam dinyatakan tenggelam Ucapan duka bertebaran Rasa sedih menyeruak Minggu lebih banyak berita detail Ditemukan terbelah tiga Memuncak sedih ini Rasa kehilangan yang besar dan dalam Berusaha menghibur diri Namun dengan rasa bersalah Karena sepertinya dunia malah baru mulai berduka Tapi aku sudah hampir tenggelam Dalam kesedihan Mulai nonton dan baca berita berita analitis terkait, berusaha merasionalisasi kenyataan Tak terhindarkan Di luar kendali siapapun Lepaskan Ayo lanjutkan hidup

Understanding and Curing Limerence

(Excerpt from limerence .net , nothing was written by me) The phases of limerence Like other addictions, we see limerence originating from early life psychological wounding. We use it to fill a hole in our soul.  We  describe  limerence as the mother of all distractions and when working with clients in limerence we are  curious to uncover what is it the person avoiding dealing with?  So often there is deep unresolved emotional pain. The client has protected themselves by covering their hearts over the years and decades with layers and layers of reinforced concrete.  This was a survival mechanism necessary from growing up in a dysfunctional and often narcissistic family system. The reality is limerence never lasts – typically it spans from 6-36 months. Just long enough for us to pair-bond and continue the survival of the species. Recent advances in neuroimaging and neurochemistry are now mapping out these pathways for romantic love. We als...