Skip to main content

Si Ganteng Luki

Luki bisa dibilang tipikal kucing loreng oren (orange tabby) berekor panjang. Kita bisa dengan mudah menemui klannya di jalanan. Kenapa dia ganteng buatku? Hm, mungkin karena bentuk wajah dan kepalanya yang langsing terlihat anggun dan berkelas. Mungkin juga karena kepribadiannya yang kalem dan (sok) jual mahal, padahal senang bermanja. (Mirip siapa yaaaa...)

Luki adalah kucing pertama kami. Kami mengadopsinya dari Pondok Pengayom Satwa di Ragunan, Jakarta Selatan. Di sebuah Sabtu di bulan April 2010, kami pergi kesana untuk survei kucing-kucing liar yang sudah direhabilitasi di PPS. Ada banyak sekali kucing di sana, baik yang dibuang atau diselamatkan, kesemuanya bisa diadopsi dengan tebusan biaya vaksinasi dan cek kesehatan. Sayang hari itu kami belum menemukan yang sreg di hati. Sabtu berikutnya kami datang lagi, kali ini sudah siap dengan biaya adopsi dan juga kandang oranye terang. Kali itu kami memeriksa gedung hunian lain yang belum sempat kami cermati.

Di hunian tempat anak-anak kucing dan kucing sakit (memang dibedakan dari kucing dewasa sehat), ada banyak anak kucing dengan berbagai umur, warna dan kelakuan. Tapi hanya satu yang membuat kami jatuh cinta. Kucing kecil kurus berwarna oranye, dengan tulisan Luki di luar kandangnya.

Segera kami bertanya pada petugas, apa yang salah dengannya. Karena saat itu umurnya sudah sekitar enam bulan, bukan seperti anak-anak kucing umur dua-tiga bulan yang umumnya ditelantarkan atau dibuang. Petugas bercerita bahwa awalnya Luki dibawa ke PPS oleh pemiliknya untuk dirawat karena sakit, diare berkepanjangan. Tapi entah kenapa pemiliknya tak pernah kembali.

Saat itu juga kami memutuskan dialah yang akan kami bawa pulang. Setelah menyelesaikan administrasi dan prosedur kesehatan, kami berboncengan membawanya pulang.

Selamat datang, Luki!


Comments

Popular posts from this blog

19

Sejak kapan saya suka angka 19? Mungkin sejak SD, sejak kenal bilangan prima. Ya, 19 adalah bilangan prima, yang istimewa, berdiri sendiri, tidak memiliki bilangan faktor, tidak bisa dibagi bilangan lain selain satu dan dirinya sendiri.  Sejak itu, sepertinya angka 19 selalu punya makna tersendiri untukku. Salah satu kecenganku waktu SMP ultahnya jatuh di tanggal 19, walau sekarang aku sudah tak yakin, bulan Januari atau Februari ya hahaha.  Kalau dipikir, umur 19 juga istimewa karena mulai kenal @hysa. Apalagi setelah sadar kalau dies natalis fakultas kami selalu jatuh di tanggal 19 juga, tepatnya 19 September dan untuk di universitas 19 Desember. Begitu juga dengan beberapa tanggal wisuda kampus, selalu dijadwalkan di tanggal atau sekitar tanggal 19, empat kali dalam setahun. Tak heran juga akhirnya ketika mencari satu tanggal istimewa pengikat janji di musim kemarau, kami jatuhkan di 19 Juli. 190709 Bukan, ini bukan tulisan tema anniversary. Sekadar lintasan ide mengisi wak...

Perpetual Sadness

Dari Rabu atau Kamis denger pertama kabar Nanggala, hatiku remuk. Secara logika udah kuat banget dugaan mereka ga akan selamat. Kesedihan mulai merayapiku. Mulai kerasa sedih ga jelas Ga mood ngapa-ngapain Rasa kehilangan akan entah apa Kebayang kamu ga ada Hatiku lebih remuk lagi Kalo sampe itu terjadi Mulai muter lagu2 sedih Lagu Linkin Park paling kena sih Mungkin karena Chester nya Mungkin karena walau sedih tetap terasa kuat Menambah rasa ironi Sabtu malam dinyatakan tenggelam Ucapan duka bertebaran Rasa sedih menyeruak Minggu lebih banyak berita detail Ditemukan terbelah tiga Memuncak sedih ini Rasa kehilangan yang besar dan dalam Berusaha menghibur diri Namun dengan rasa bersalah Karena sepertinya dunia malah baru mulai berduka Tapi aku sudah hampir tenggelam Dalam kesedihan Mulai nonton dan baca berita berita analitis terkait, berusaha merasionalisasi kenyataan Tak terhindarkan Di luar kendali siapapun Lepaskan Ayo lanjutkan hidup

Understanding and Curing Limerence

(Excerpt from limerence .net , nothing was written by me) The phases of limerence Like other addictions, we see limerence originating from early life psychological wounding. We use it to fill a hole in our soul.  We  describe  limerence as the mother of all distractions and when working with clients in limerence we are  curious to uncover what is it the person avoiding dealing with?  So often there is deep unresolved emotional pain. The client has protected themselves by covering their hearts over the years and decades with layers and layers of reinforced concrete.  This was a survival mechanism necessary from growing up in a dysfunctional and often narcissistic family system. The reality is limerence never lasts – typically it spans from 6-36 months. Just long enough for us to pair-bond and continue the survival of the species. Recent advances in neuroimaging and neurochemistry are now mapping out these pathways for romantic love. We als...