Bulan ini ada tiga kali libur panjang. Sejujurnya, aku tidak terlalu menyukai libur panjang. Alasan utamanya: lalu lintas.
Keluarga kecilku tinggal di km.11 jalan raya Jogja-Solo, di sebuah dusun kecil bernama Grogol. Secara administratif masuk wilayah Berbah, tapi lebih mudah untuk dibayangkan orang pada umumnya bila kukatakan aku tinggal sekitar Kalasan. Sudah terbayangkah kenapa aku benci lalu lintas libur panjang?
Aku kerja di UGM, suamiku di jakal km.10, dan sering mengunjungi orangtuaku di daerah timur laut Amplaz. Rute rutinitas kami keseharian berada di jalur neraka saat libur panjang tiba. Coba bayangkan kepadatan jalan yang harus kami temui. Mulai saja dari Amplaz. Lalu Janti, lalu sekarang di akhir pekan selalu padat menjelang Transmart-Carrefour. Setelahnya tentu saja kepadatan menjelang Ring Road-Maguwo, diakhiri kegilaan mendekati bandara. Perjalanan pulang selalu jauh lebih lama dan melelahkan di libur panjang, akhir pekan, libur lebaran, juga libur akhir tahun.
Perjalanan berangkat? Yah, karena masih di awal hari jadi masih lumayan bersemangat. Energi kami masih cukup untuk menahan tekanan jalanan. Tadi di saat petang atau malam hari? Kami benar-benar berharap Pintu Ajaib milik Doraemon itu nyata dan bisa kami gunakan.
Seperti kemarin sore, hari Minggu di tengah libur panjang. Ekor kemacetan sudah terlihat dari km.10 timur percetakan KR, sedikit lagi dr ujung mulut dusun kami. Langsung mematikan selera bepergian.
Aku harus menyalahkan siapa? Pemerintah dengan kegagalan mereka menyediakan transportasi publik? Manusia yg terus bereproduksi? Hasrat berperjalanan didorong oleh maraknya media sosial dan posting tentang traveling? Mahalnya harga tanah di Jogja sehingga kami harus tinggal jauh dari pusat kegiatan kami?
Ah, menyalahkan memang jauh lebih enak.
Apalagi sambil leyeh-leyeh dan memutuskan tidak keluar rumah saat libur panjang.
Enjoy Jogja!
Comments
Post a Comment